Sunday 20 August 2017

Resume Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran di SD Modul 2 Landasan dan Pendekatan Pengembangan Kurikulum

MODUL  2
LANDASAN DAN PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

KB 1
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum pada hakikatnya merupakan rancangan atau program pendidikan. Sebagai suatu rancangan/program, kurikulum menempati posisi/kedudukan yang sangat strategis dalam keseluruuhan kegiatan pendidikan, dalam arti akan sangat menjadi penentu terhadap proses pelaksanaan dan hasil-hasil yang ingin di capai oleh pendidikan. Dengan posisi yang penting itu maka penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan, di butuhkan berbagai landasan/dasar yang kokoh dan kuat. Landasan-landasan tersebut pada hakikatnya adalah factor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum pada waktu mengembangkan suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik pada lingkungan sekolah maupun luar sekolah.
Menurut Robert S. Zais (1976), kurikulum suatu lembaga pendidikan didasarkan pada lima landasan (foundations), yaitu (1) philosophical assumptions, (2) epistemology (the nature of knowledge), (3) society/culture, (4) the individual, dan (5) learning theory. Dengan berpedoman paada lima landasan tersebut dibuatlah model yang disebut An electric model of curriculum and its foundations.
Senada dengan pendapat Robert S. Zais di atas, Ralph W.Tyler (dalam Ornstein & Hunkins,1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum (dalam hal ini disebut school purposes).
Secara umum terdapat empat landasan pokok yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu landasan filosofis, psikologis, sosial-budaya, dan perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi.
A.                LANDASAN FILOSOFIS
Dalam landasan filosofis mementingkan filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Filsafat ini yang menjadi landasan utama yang melandasi aspek-aspek lainnya. Tujuan dan isi kurikulum pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong aplikasi pengembangan kurikulum yang berbeda pula. Berdasarkan  landasan filosofis ini di tentukan tujuan-tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif  mengenai apa yang seharusnya dicapai. Tujuan ini memuat pertanyaan_pertanyaan mengenai berbagai kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan system nilai dan filsafat yang dianut.
Menurut Socrates, filsafat adalah cara berpikir yang radikal, menyeluruh, dan mendalam atau suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Plato menyebut filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk masalah pendidikan.
Salah seorang pakar filsafat pendidikan, RedjaMudyahardjo (1989), menyatakan bahwa terdapat tiga system pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya terhadap pemikiran pendidikan di Indonesia. Ketida system filsafat tersebut, yaitu Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) menyebuutkan ada tiga cabang besar dari filsafat ini, yaitu metafisika yang membahas segala yang ada dalam alam ini, epistemoologi yang membahas mengenai kebenaran, dan aksiologi yang membahas mengenai nilai-nilai.
Filsafat memiliki peranan dalam kerangka mengadakan kajian-kajian sistematis mengenai pendidikan. Berkaitan dengan peran atau nilai guna filsafat, seorang pakar kurikulum di Indonesia yaitu S. Nasution (1982) berpendapat berikut in.
1.         Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan kemana anak-anak harus dibawa.
2.         Dengan adanya tujuan ppendidikan (yang diwarnai oleh filsafat yang dianut), kita mendapat gambaran yang jelas tentang  hasil yang harus dicapai.
3.         Filsafat dan tujuan pendidikan menentukan cara dan proses untuk mencapai tujuan itu.
4.         Filsafat dan tujuan pendidikan  member kesatuan yang buulat kepada segala usaha pendidikan.
5.         Tujuan pendidikan memungkinkan pendidik menilai usahanya, apakah tujuan itu tercapai.
6.         Tujuan pendidikan memberi motifasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan ppendidikan.
Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai. Tujuan ini memuat pertanyaan-pertanyaan mengenai berbagai kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan sistem nilai dan filsafat yang dianut.
Tujuan pendidikan Nasional di Indonesia bersumber pada pandangan dan cara hidup manusia Indonesia, yakni pancasila. Rumusan tujuan pendidikan nasional tertuang dalam Undang-undang Republik Indoonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945 (pasal 2). Pendidiikan nasional berrfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam ranggka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta diidik agar menjadi manusia yang berimaan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatiif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3).
          B.                 LANDASAN PSIKOLOGIS
Pendidikan berkaitan denngan perilaku manusia. Dalam proses pendidikan itu terjadi interaksi antara peserta didik dan lingkungannya, baik lingkungan yang bersifat fisik maupun linggkungan sosial. Melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik fisik, mental/intelektual, moral, maupun sosial.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan/program pendidikan sudah pasti berkenaan dengan proses perubahan pperilaku peserta didik. Melalui kurikulum diharapkan dapat terbentuk tingkah laku baru berupa kemampuan-kemampuan actual dan potensial dari para peserta didik serta kemampuan-kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama.       
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan pendidikan untuk mengubah perilaku manusia. Sedangkan siswa adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan, seperti perkembangan fisik/jasmani, intelektual, sosial, emosional, dan moral.
Ada dua cabang psikologis yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologis perkembangan (developmental psychology) dan psikologi belajar (learning psychology).
1.         Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi kurikulum yang diiberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalaman isi/materi/bahan ajar sesuai dengan taraf perkembangan siswa.
2.         Psikologi belajar berkenaan atau memberikan sumbangan bagi kurikulum dalam hal bagaimana kurikulum itu di sampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa mempelajarinya.
Kedua hal di atas sangat penting peranannya dalam rangka menggembangkan kurikulum, sehingga kedua hal tersebut menjadi landasan dalam menggembangkan kurikulum.
Ada dua kaitan antara psikologi/teori perkembangan dan psikologi/teori belajar dengan perkembangan kurikulum.
1.         Kurikulum dan teori perkembangan siswa
J.J. Roesseau berpendapat bahwa segala sesuatu itua adalah baik di tangan Tuhan, akan tetapi menjadi rusak karena tangan manusia. Pendidikan itu harus menghormati anak sebagai makhluk yang memiliki potensi alamiah. Ia percaya bahwa anak haruus belajar dari pengalaman langsung. Dalam hal ini, intervensi atau campur tangan pendidikan tidak terlalu mendominasi.
Implikasi terhadap perkembangan kurikulum di sekolah, yaitu sebagai berikut.
a.         Setiap siswa diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuuhannya.
b.         Kurikulum memuat isi/materi pelajaran baik yang sifatnya umum atau inti maupun yang dapat dipilih sesuai dengan minat dan bakat siswa, juga yang sifatnya akademik maupun ketrampilan.
c.         Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh.
2.         Kurikulum dan Teori Belajar
Belajar dapat diartiikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku baik pada ranah kongnitif(pengetahuan), afektif (sikap), maupun psikomotor (ketrampilan) yang terjadi karena proses pengalaman, dapat dikategorikan sebagai perilaku hasil belajar.
Psikologi/teori belajar dapat dikelompokkan kedalam tiga rumpun, yaitu:
a.                   Teori Disiplin Mental atau Teori Daya (faculty theory)
Anak/individu telah memiliki potensi-potensi atau daya-daya tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Daya-daya ini dapt dilatih agar dapat berfungsi dengan baik.
b.                  Teori Behaviourisme
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan indiividu ditentukan oleh lingkungan( keluarga, sekolah, dan masyarakat). Rumpun teori ini tidak mengakui sesuatu yang sifatnya mental. Perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat dan diamati.   
Rumpun ini mencakup tiga (3) teori, yaitu :
a.       Teori Koneksionisme/Teori Asosiasi
adalah teori yang paling awal dari rumpun behaviourisme. Menurut teori ini kehidupan tunduk kepada hukum stimulus-respons atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya merupkan hubungan antara stimulus dan respon atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respons sebanyak-banyaknya.    
b.   Teori Kondisioning
c.   Teori Penguatan (reinforcement/operant conditioning)
c.         Teori Organismik atau Congnitive Gestalt Fiel.
Keseluruhan lebih bermakna dari pada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian.
Teori ini memiliki prinsi-prinsip sebagai berikut :
a.         Belajar itu berdasarkan keseluruhan.
b.         Belajar adalah pembentukan kepribadian.
c.         Belajar berkat pemahaman.
d.         Belajar berdasarkan pengalaman.
e.         Belajar itu adalah suatu proses pembelajaran.
f.          Belajar adalah proses kontinu.
g.         Belajar dihubungkan dengan minat, perhatian, dan kebutuhan siswa.
C.        LANDASAN SOSIOLOGI
Landasan ini berkaitan dengan pentingnya mempertimbangkan aspek perkembangan masyarakat dan kebudayaan dalam mengembangkan kurikulum satuan pendidikan.pendidikan sselalu mengandung norma-norma  dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan masyarakat dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya yang menjadi dasar dan acuan bagi pendidikan dan kurikulum.
D.        LANDASAN TEKNOLOGIS
Landasan ini mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang secara langsung akan menjadi isi/materi kurikulum dan cara penyampaiannya.

KB 2
PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Proses pengembangan kurikulum itu sendiri, berkenaan dengan pengembangan kurikulum yang sifatnya sama sekali baru (curriculum construction) maupun berupa penyempurnaan atau perbaikan dari kurikulum yang telah atau sedang dilaksanakan saat ini (curriculum improvement). Dalam penggembangan kurikulum terdapat sudut pandang pendekatan  yaitu dari sudut pandang kebijakan pengembangan kurikulum, pengorganisasian isi kurikulum, dan orientasi penyusunan kurikulum.
        A.                PENDEKATAN DARI SUDUT PANDANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam ppengembangan kurikulum dari sudut pandang kebijakan, yaitu :
1.      Pendekatan Administratif (administrative approach)
Pendekatan pengembangan kurikulum dengan menggunakan sistem komando dari atas ke bawah. Pendekatan ini disebut pendekatan top-down karena pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif dan gagasan para pemegang kebijakan pendidikan atau administrratif.
2.      Pendekatan Akar Rumput(grassroots approach)
Pendekatan pengembangan kurikulum yang diawali dengan inisiatif dari bawah (guru dan sekolah) selanjutnya disebarluaskan pada tingkat yang lebih luas. Pendekatan ini sering disebut juga pendekatan pengembangankurikulum dari bawah ke atas (bottom-up) atau pendekatan akar rumput ( grassroots).
              B.                 PENDEKATAN DARI SUDUT PANDANG PENGORGANISASIAN ISI KURIKULUM
Ada tiga pendekatan yang dapat diterapkan dalam ppengembangan kurikulum dari sudut pandang pengorganisasian kurikulum, yaitu :
1.      Pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran (subject)
Pendekatan ini bertitik tolak pada mata pelajaran sebagi suatu disiplin ilmu yang terpisah antara satu dengan lainnya.
2.      Pendekatan Interdisipliner
Pendekatan ini berawal dari masalah-masalah social yang ada dalam kehidupan nyata yang tidak mungkin ditinjau hanya dari satu segi/aspek saja.
3.      Pendekatan Terpadu (integrated)
Pendekatan ini bertitiktolak dari suatu keseluruhan atau suatu kesatuan yang bermakna dan berstruktur, dimana kurikulum disusun sedemikian rupa agar mampu mengembangkan pribadi yang utuh. Pendekatan pembelajaran tematik merupakan penerapan dari pendekatan ini.
              C.                 PENDEKATAN DARI SUDUT PANDANG ORIENTASI PENYUSUNAN KURIKULUM
Pendekatan penggembangan kurikulum dalam sudut pandang ini pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1.      Pendekatan yang berorientasi pada tujuan
Penyusunan kurikulum didasarkan pada tujuan-tujuan ppendidikan yang telah dirumuskan secara jelas , mulai dari tujuan pendidikan nasional, tujuan satuan pendidikan(tujuan institusional), tujuan mata pelajaran (tujuan kurikuler), sampai dengan tujuan pembelajaran (tujuan instruksional).
Keuntungan dari pendekatan ini adalah
a.         Dapat memberikan kejelasan bagi para penyusun kurikulum mengenai apa yang ingin dicapai.
b.        Memberikan arahan yang jelas dalam menetapkan materi/bahan pelajaran, strategi dan metode pembelajaran, serta proses penilaian terhadap hasil belajar yang dicapai.
Sedangkan kelemahannya adalah kesulitan dalam merumuskann tujuan.  
2.      Pendekatan yang berorientasi pada bahan ajar
Penyusunan kurikulum didasarkan atau sangat menitikberatkan pada bahan ajar/materi pelajaran yang akan diajarkan.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah kebebasan dan keluwesan dalam memilih dan menentukan bahan ajar karena tidak terikat oleh tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan kelemahannya adalah bahan pelajaran kurang jelas arah dan tujuannya, serta ttidak jelas pula dasar pemilihan dalam menentukan metode apa yang akan dinilai.
3.      Pendekatan yang berorientasi pada kegiatan-kegiatan belajar-mengajar.
Pendidikan ini menitikberatkan pada cara siswa belajar, serta cara dan langkah-langkah yang perlu dilakukan agar siswa menguasai ketrampilan untuk mendapatkan pengetahuan.

Keuntungan dari penerapan pendekatan ini adalah sangat mementingkan kebutuhan siswa.  Sedangkan kelemahannya adalah sulit mengatur ketercapaian hasil belajar yang diharapkan.  



Terima Kasih... Semoga Bermanfaat...

No comments:

Post a Comment